Seorang anak kecil, laki-laki berusia 8 tahun dengan dua orang adiknya yang masing-masing berusia 6 tahun dan 4 tahun. Berlari ke dalam rumah memanggil ibunya yang sedang memasak.

“Mamaaaaa… sebentar lagi tahun baru… Kita beli kembang api ya…” teriak anak tertua.
“Oh, iya, sebentar lagi tahun baru ya… Nanti kita beli ya sama Papa juga”, sambut Mama.

Ketiga anak itu berlari kegirangan, membayangkan pesta kembang api yang penuh warna-warni menyambut harapan baru mereka. Harapan yang mereka impikan dengan penuh suka cita. Harapan akan cita-cita mereka, meski mereka sebenarnya hanya ini kembang api, seperti biasa yang mereka lakukan selama tahun baru. Masalah dunia yang damai dan tentram, masalah penghidupan yang layak, pendidikan yang layak, dan segala bentuk ideal kehidupan nyata, “ah itu aku gak ngerti, aku pokoknya mau kembang api, soalnya yang kemaren basah kena air hujan.”

Suatu hari, setelah malam Natal berlalu, menjelang tahun baru. Pesta kembang api hadir lebih awal dari harapan mereka, tetapi tidak penuh warna-warni. Hanya warna asap yang putih bersih dan menyala merah dan orange. Banyak warna kelabunya.

“Waaaaaaaaaahhhhhh… aku mau warna hijau…”, kata yang tertua.
“Aku dong, aku dong, aku dong, warna kuning dong,” sambut sang adik.



“Ah, gak seru, gak ada warnanya,” kata adik yang terkecil.
“Iya niiihhh,” sambut kakak-kakaknya bersamaan.

!!!!!!!!!!!!!!!

“Kita cari yang warna-warni yuk,” kata seseorang di ujung jalan.
“YYUuuuuuuuuukkkkk…!” sambut ketiga kakak beradik itu bersamaan.

Mereka pun “pergi” mencari kembang api yang lebih berwarna-warni. Meski sang ayah tidak “mengizinkan”. Mereka tetap pergi.

“…aku pokoknya mau kembang api, soalnya yang kemaren basah kena air hujan.”

-untuk anak-anak Palestina-

http://portail.islamboutique.fr/gaza2008/